Sekelumit kisah bagian sebelumnya
Peluru? Peluru di kaki kiri Enya? Darimana datangnya peluru itu? Bagaimana caranya peluru bisa hinggap di kaki anakku? Dirumah kami sama sekali tidak ada pistol atau senapan. Aku tak bisa berkata kata. Sungguh tak masuk akal.
Enya terbaring lemah. Di lengan kirinya ada jarum infus yang dihubungkan dengan tabung infus dengan sebuah kabel bening. Cairan putih kekuningan yang entah apa isinya, mengalir dari tabung kedalam tubuh putri sulungnya.
===================
Air mataku mengalir perlahan, merembes dari bola mataku yang terasa hangat. Membayangkan kejadian yang menimpa Enya semalam. Kupejamkan mataku erat erat berusaha menelan rasa bersalah yang kembali muncul. Di saat Enya sangat membutuhkan pertolongan , aku dan Evan malahan tidur nyenyak. Bagaimana mungkin Edo, si kecil, bisa mendengar suara tembakan itu sedangkan kami sama sekali tidak terjaga?
“Apakah anda menggunakan obat obatan dari dokter, Nyonya Evan?” tanya sang detektif wanita siap mencatat jawabanku dengan balpoin dan buku catatan kecil ditangannya.
“Maaf… apa pertanyaan anda?” aku balik bertanya. Belum sepenuhnya kembali kealam realita.
“Semalam, apakah anda menelan obat obatan sebelum tidur?”
Aku terdiam, lagi-lagi hanya kepalaku yang bisa terayun mengangguk.
Kisah selanjutnya dapat dibaca di link di bawah ini
4 MUSIM, 86 PURNAMA, 1 CINTA (Bagian 3)
Posted using ShareThis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk komentar yang menggunakan id Anonymous harap cantumkan nama.