Tidak seperti biasanya, bulan puasa kali ini diwarnai banyak hujan. Umumnya bulan suci panas dan terik. Sebenarnya kita harus bersyukur karena cuaca yang mendung dan sejuk mempermudah ibadah kita. Mengurangi rasa tidak nyaman disengat terik panas matahari.
Tapi yang terjadi di
Hari ini, kebetulan aku ada empat meeting. Meeting pertama di daerah Cideng , kedua di Bunderan Hi, ketiga di Kebayoran Baru Dharmawangsa dan terakhir balik lagi ke Menteng. Menurut perhitungan waktu yang sudah aku antisipasikan, ke-4 meeting itu bisa terkejar dalam sehari, sekalipun dalam keadaan jalan yg macet seperti biasanya. Tapi karena hari ini hujan deras agak lama dan jalanan macet total diluar jam-jam macet yang biasa, maka saya terlambat di 2 meeting. Walaupun bagi sebagian orang di
Di jalanan, menuju lokasi meeting berikut, jantungku berdebar debar. Karena takut terlambat lagi. Chain reaction. Satu telat yang berikutnya ya otomatis telat juga. Maka akupun mulai gelisah, sok ngatur ngatur jalan pada pak supir, maksudnya sok mau masuk jalan tikus agar terhindar macet.
Supirku , Hasan namanya. Orangnya sabar dan pendiam. Kalau tidak ditanya tidak ngomong dia itu. Hari inipun dia diam saja sampai aku jadinya kesal sendiri, karena dia tidak bereaksi sementara aku panik sendiri. Akhirnya aku tegur dia.
"Pak, bapak lagi puasa ngomong juga apa lagi kesel aja ama saya?" tanyaku. Hasan tetap tidak menjawab sepatah katapun. Aku yang sudah kesel sama macet dan schedule jadi mangkel. Apa maksudnya ini ditanya baik baik kok ndableg membisu. Aksi ngambeg kah?
Ketika aku akan turun di tempat meeting berikutnya, tiba tiba Hasan mengejar, tanpa suara. Dia hanya melambai lambaikan tangannya yang memegang secarik kertas. heran aku dibuatnya.
Kubaca secarik kertas itu dengan penasaran. Di
Rupanya seharian Pak Hasan nyetir dengan gigi senat senut . Gigi itupun tidak dicabutnya di dokter gigi melainkan saat menunggu aku di meeting yang pertama. Tapi ia belum sempat menceritakan karena memang belum bisa ngomong. Masih harus menggigit kapas agar gusi berhenti mengeluarkan darah.
Aku jadi malu sendiri. Aku yang sehat walafiat saja panik gara gara macet dan telat meeting. Mungkin juga ada faktor lapar dan dahaga ya namanya juga lagi puasa. Tapi Hasan yang secara fisik bekerja lebih keras daripada aku, masih bisa tenang sekalipun kepalanya cenat cenut habis nyabut gigi secara primitif. Ia tak mengeluh. Bahkan di catatan yang diberikannya itu, Hasan tidak minta ijin pulang cepat. Melainkan ia minta maaf.
Cerita ini sederhana saja sebenarnya. tapi di batin ku sangat mengena. Hal hal kecil yang sering terjadi di sekitar kita, namun lewat dari perhatian kita . Mungkin karena mata batin tak peka lagi. atau mungkin karena kesibukan dan stress yang levelnya suda terlalu tinggi jaman sekarang ini. Sehingga kita hanya punya energi untuk memikirkan diri sendiri.... dan memandang segala sesuatu dari sisi kita sendiri....